Jumat, 17 Desember 2010

SISTEM PENGANGKATAN DRILLING (HOISTING SYSTEM)

 1. TEORI DASAR
Sistem pengangkatan dalam pemboran memegang peranan yang sangat penting, mengingat bahwa sistem pengangkatan ini adalah sistem yang mendapat beban, baik beban vertikal maupun horizontal.
Beban vertikal yang dialami berasal dari beban menara itu sendiri, beban drill string, casing string, tegangan dari fast line, beban karena tegangan deadline serta beban dari blok-blok. Sedangkan beban horizontal berasal dari tiupan angin yang mana hal ini sangat terasa mempengaruhi beban sistem pengangkatan pada pemboran di lepas pantai (off shore).
Sistem pengangkatan terdiri dari dua sub komponen, yaitu:
1. Struktur penyangga (supporting structure)
2. Peralatan pengangkatan (hoisting equipment)

2. STRUKTUR PENYANGGA
Struktur penyangga (rig), adalah suatu kerangka sebagai platform yang berfungsi sebagai penyangga peralatan pemboran. Kerangka ini diletakkan di atas titik bor. Fungsi utamanya untuk trip, serta untuk menahan beban yang terjadi akibat peralatan bor itu sendiri maupun beban dari luar.
Stuktur penyangga terdiri dari :
• Substructure,
• Lantai bor (rig floor), dan
• Menara pemboran (drilling tower).

Untuk menara pemboran, ada dua tipe menara :
• Type standart (derrick), dan
• Type portable (Mast).

Secara ringkas, spesifikasi menara dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1
Spesifikasi Unit Pemboran Pabrik
Jenis
Tinggi
(ft)
Gross cap.
(103 lbs)
Packing cap.
(ft)
Max. Static Hook Load
(103 lbs)
App. Weight mast (103 lbs)
Lee CMoore
-
126
386
6000
8 - 257
65
IDECO
JFM 98-315
FM 133-400
FM 143-650-30
98
133
143
485
645
1000
7560
13860
22860
10 - 325
10 - 430
12 - 750
37
55
92
EMSCO
T - 97
B -127
B - 142
97
127
142
352
416
1053
7200
8700
23960
8 - 250
-
-
-
43,5
105,75
NATIONAL
80 - UE
110 - UE
-
-
-
10 - 500
12 - 710
-
-

Bagian-bagian menara yang penting :
• Gine pole, merupakan tiang berkaki dua atau tiga yang berada di puncak menara, berfungsi untuk memberikan pertolongan pada saat pemasangan crown block.
Water table, lantai di puncak menara yang berfungsi untuk mengetahui bahwa menara telah berdiri tegak.
• Cross bracing, cross bracing berfungsi untuk penguat menara.
• Tiang menara, merupakan empat tiang yang berbentuk segi tiga sama kaki, berfungsi sebagai penahan terhadap semua beban vertikal di bawah menara dan beban horizontal.
• Girt, merupakan sabuk menara, berfungsi mengikat menara
• Monkey board Platform, berfungsi sebagai tempat kerja derrickmen pada saat cabut atau pasang pipa.
Struktur penyangga meliputi :
1. Drilling Tower (derrick) Fungsi utamanya untuk memberikan ruang kerja yang cukup untuk pengangkatan dan penurunan drill collar serta casing string. Oleh sebab itu tinggi dan kekuatannya harus sesuai dengan keperluan.
2. Substructure Fungsinya untuk menahan beban tekan yang berasal dari peralatan pemboran itu sendiri.
3. Rig Floor Fungsinya untuk menampung peralatan pemboran yang berukuran kecil, tempat berdirinya menara dan sebagai tempat kerja para roughneck.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan pada sebuah lantai bor ialah tinggi dari pada lantai bor itu, karena hal tersebut akan berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut :
• Pengukuran kedalaman sumur pada saat pemboran, dimulai dari lantai bor.
• Lantai berpengaruh terhadap jenis dan susunan dari BOP (BOP Stack) yang dipakai.
• Pengukuran kedalaman sumur pada saat produksi dimulai dari bottom flange.

3. PERALATAN PENGANGKATAN
Peralatan pengangkatan yang terdapat pada suatu operasi pemboran terdiri dari drawwork, overhead tools dan drilling line.
1. Drawwork
Drawwork merupakan otak dari suatu unit pemboran karena melalui alat ini seorang driller melakukan dan mengatur operasi pemboran.
Fungsi utama dari drawwork adalah :
a) Memindahkan tenaga dari prime mover ke rangkaian pipa bor selama pemboran berlangsung.
b) Memindahkan tenaga dari prime mover ke rotary drive, dan
c) Memindahkan tenaga dari prime mover ke chathead untuk menyambung atau melepas section rangkaian pipa bor.

Komponen-komponen utama yang terdapat pada drawwork terdiri dari :
• Revolving drum, merupakan suatu drum untuk penggulung kabel bor.
• Breaking system, terdiri dari mechanical main break dan auxiliarydraulic atau electric, berfungsi untuk memperlambat atau menghentikan gerakan kabel bor.
• Rotary drive, berfungsi untuk memindahkan tenaga dari drawwork ke rotary table.
• Catheads, berfungsi untuk mengangkat atau menarik beban-beban kecil pada rig floor dan juga berfungsi sebagai pelepas atau penyambung sambungan pipa bor.

2. Overhead Tools
Rangkaian overhead tools terdiri dari crown block travelling block, hook, dan elevator.
Crown block, merupakan kumpulan roda yang ditem-patkan pada puncak menara (sebagai blok diam).
Travelling Block, merupakan roda yang digantung di bawah crown block, di atas lantai bor.
Hook, berfungsi untuk menggantung swivel dan rangkaian pipa bor selama operasi pemboran.
Elevator, merupakan klem (penjepit) yang ditempatkan (digantung) pada salah satu sisi travelling block atau hook dengan elevator links, berfungsi untuk menurunkan atau menaikkan pipa dari lubang bor.

3. Drilling Line
Drilling line sangat penting dalam operasi pemboran karena berfungsi untuk menahan atau menarik beban yang diderita oleh hook. Drilling line terbuat dari baja dan merupakan kumpulan dari kawat yang kecil, diatur sedemikian rupa sehingga merupakan suatu lilitan.
Lilitan dari kabel pemboran terdiri dari 6 kumpulan dan satu bagian yang disebut core.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keawetan kabel :
• Kerusakan dari kawat,
• Rapuhnya lilitan kawat akibat panas, dan
• Kelelahan.

Beban berat yang diderita drilling cable terjadi pada saat :
• Running casing (pemasangan casing),
• Operasi pemancingan (fishing job), dan
• Pencabutan dan pemasukan drill string.

Susunan drilling line terdiri dari :
a) Reeved drilling line merupakan tali yang melewati roda-roda crown block dan roda-roda travelling block.
b) Dead line merupakan tali tidak bergerak yang ditambatkan pada substructure (tali mati).
c) Dead line anchor dead line anchor biasanya ditempatkan berlawanan dengan drawwork.
d) Storage or supply real storage or supplay real biasanya ditempatkan dekat dengan rig

4. PEMBAHASAN
Sentral atau pusat pengendali seluruh operasi pemboran ada pada drawworks. Pada drawworks terdapat instrument-instrument untuk mengatur seluruh kegiatan pemboran yang dilaksanakan oleh seorang driller. Sedikit saja kesalahan yang dilakukan oleh driller pada drawworks akan mengakibatkan kerugian yang sangat besar. Salah satu komponen yang paling pokok pada suatu sistem pengangkatan adalah menara (derrick). Kedalaman suatu sumur minyak sangat mempengaruhi jenis-jenis menara yang akan digunakan. Pemilihan menara harus disesuaikan dengan kedalaman suatu sumur. Parameter ukuran menara yang harus diperhatikan
adalah : kapasitas, tinggi, luas lantai bor dan lantai bor. Menurut standard API menara terbuat dari besi baja. Baja profil yang digunakan sesuai dengan spesifikasi A7 atau A94. Karakteristik menara bor ditentukan oleh kapasitas yang menyangkut dimensi dan kekuatannya. Menara harus tahan terhadap pengaruh kecepatan angin. Sebagai contoh untuk menara API no.18, tinggi 41,45 m (136') harus tahan terhadap pengaruh angin dengan kecepatan 88,15 km/jam. Untuk menara yang lebih besar misalnya API no.25, tinggi 57,60 m (189') kecepatan angin maksimum 120 km/jam bila pipa-pipa bor berada pada menara dan 185 km/jam bila tanpa pipa bor bersandar pada menara. Untuk memilih menara pemboran ada dua prinsip yang harus diperhatikan yaitu, kapasitas, tingginya

MEMILIH KAPASITAS
Bila n = jumlah kabel pada traveling block dan P jumlah beratan (beban) pada hook, maka tegangan tarik yang timbul pada : kabel aktif, kabel mati dan setiap kabel pada travelling block adalah : P/n.
Bila G adalah berat menara dan crown block, maka :
......................... (1) ()PnnPGAPI=+−4
Dengan savety faktor = 2,0 dan M adalah berat hook dan traveling block dan accesorisnya, maka :
............ (2) PnnPGMAPI=+×−−12480100

MEMILIH TINGGI MENARA
Biasanya orang memilih menara itu setinggi mungkin, tetapi akan menimbulkan masalah dalam transportasi dan rigging up-nya. Oleh karena itu untuk mendapatkan efisiensi yang baik, diambil patokan tinggi satan (1 stand = 3 batang drill pipe) maksimal 30 meter.±
LUAS DAN TINGGI LANTAI BOR
Lantai bor berbentuk bujur sangkar atau segi empat, sedang panjang sisi dan tingginya disesuaikan dengan menaranya.
Secara ringkas, ukuran, luas dan yinggi lantai bor, dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2
Ukuran Menara Tinggi Menara
(inch)
Sisi Lantai Bor
(inch)
Tinggi Lantai Bor
(inch)
94'
122'
136'
140'
147'
189'
24'
24'
26'
30'
30'
37'6"
7'3"
7'3"
7'3"
10'
14'
14'

SISTEM TENAGA PADA DRILLING (POWER SYSTEM)

1. DASAR TEORI
Sistem tenaga dalam suatu operasi pemboran terdiri dari dua subkomponen utama, yaitu :
1. Power suplay equipment
Tenaga yang dibutuhkan pada suatu operasi pemboran dihasilkan oleh mesin-mesin besar, yang dikenal dengan "prime mover" (penggerak utama). Tenaga yang dihasilkan tersebut digunakan untuk keperluan-keperluan sebagai berikut :
• sirkulasi lumpur,
• hoisting, dan
• rotary drill string.

2. Distribution (transmission) equipment
Berfungsi untuk meneruskan atau menyalurkan tenaga dari penggerak utama, yang diperlukan untuk suatu operasi pemboran. Sistem distribusi (transmisi) yang biasa digunakan ada dua macam, yaitu sistem transmisi mekanis dan sistem transmisi listrik (electric). Rig tidak akan berfungsi dengan baik bila distribusi tenaga yang diperoleh tidak mencukupi. Oleh sebab itu diusahakan tenaga yang hilang karena adanya transmisi atau distribusi tersebut dikurangi sekecil mungkin, sehingga kerja mesin akan lebih efisien. Sistem tenaga yang dipasang pada suatu unit operasi pemboran secara prinsip harus mampu memenuhi keperluan-keperluan sebagai berikut :
• fungsi angkat,
• fungsi rotasi,
• fungsi pemompaan, dan
• fungsi penerangan.
a. Menghitung keperluan tenaga untuk fungsi angkat
Tenaga dari fungsi angkat dari motor melalui transmisi, drawwork, drilling cable dan sistem takel yang terdiri dari crown block dan travelling block diteruskan ke rangkaian pipa bor.
Maka, rendemen total antara motor dan hook :
• Conventiser : 0,7 - 0,8
• Transmisi : 0,88
• Drawwork : 0,90
• Takel : 0,87 untuk 8 kabel dan 0,85 untuk 10 kabel

sehingga, rendemen total untuk 10 kabel adalah
0,75 x 0,88 x 0,90 x 0,85 = 0,505
Tenaga untuk fungsi pengangkatan harus mampu untuk melayani pemboran sampai kedalaman limit pada kondisi ekonomis.
b. Menghitung tanpa fungsi rotasi
Tenaga untuk fungsi rotasi dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
.............................. (1) Pr=CxW75
dimana,
Pr = tenaga fungsi rotasi, pk
C = kopel dalam kgm
W = kecepatan sudut, rad/detik
Sehingga, secara empiris tenaga untuk fungsi rotasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
.................... (2) Pr=+1030100LNPD
dimana,
Pr = tenaga rotasi, pk
L = kedalaman sumur, m

N = putaran rotary table, rpm
P = beratan pada pahat (WOB), ton
D = diameter lubang bor, inch
c. Tenaga hidrolik
Tenaga hidrolik dapat dirumuskan sebagai berikut :
............................. (3) PhQxp=450
dimana,
Ph = tenaga hidrolik, pk
Q = debit dalam liter/menit = D2 x 19
p = tekanan sirkulasi , kg/cm2
d. Tenaga penerangan
Dengan effisiensi 70% tenaga listrik yang diperlukan untuk berbagai keperluan seperti penerangan, pemanas, shale shaker dan lain-lain biasanya berkisar antara 30-48 kw generator berkapasitas 75 kw.

2. PRIME MOVER UNIT
Hampir semua operasi pemboran menggunakan prime mover jenis internal combution unit. Penentuan jenis mesin yang akan digunakan didasarkan pada besarnya jumlah tenaga yang diperlukan yang dapat diketahui dari casing program yang telah disusun dan kedalaman sumur. 

Kamis, 02 Desember 2010

TEKNIK PENAMBANGAN BATUBARA DAN PERMASALAHANNYA


Masalah sumber energi pun sedang menjadi fokus utama pemerintah berkaitan dengan naiknya harga minyak bumi. Pada dasarnya, cadangan batubara Indonesia memang jauh lebih besar dibandingkan dengan cadangan minyak bumi maupun gas alam sehingga pemerintah kini mulai melihat batubara sebagai sumber energi alternatif yang murah. Batubara selama ini telah digunakan sebagai bahan bakar pada pabrik semen dan pabrik baja.
Pemanfaatan secara ekonomis potensi cadangan batubara disebut dengan penambangan batubara, yang terbagi menjadi penambangan terbuka (surface mining atau open cut mining) dan penambangan bawah tanah atau tambang dalam (underground mining). Bila terdapat singkapan batubara (outcrop) di permukaan tanah pada suatu lahan yang akan ditambang, maka metode penambangan yang akan dilakukan, yaitu metode terbuka atau bawah tanah, ditetapkan berdasarkan perhitungan tertentu yang disebut dengan nisbah pengupasan (Stripping Ratio, SR). Nisbah ini merupakan indikator tingkat ekonomis suatu kegiatan penambangan.
SR = {(Biaya Tambang Dalam) – (Biaya Tambang Terbuka)} / Biaya Pengupasan
Pada perhitungan SR di atas, biaya tambang dalam adalah biaya per batubara bersih (clean coal) dalam ton, sedangkan untuk biaya tambang terbuka adalah biaya per batubara bersih dalam ton dan biaya relamasi, tapi tidak termasuk biaya pengupasan tanah penutup (overburden). Sedangkan biaya pengupasan adalah biaya pengupasan tanah penutup, dalam m3.
Selain perhitungan di atas, kondisi lain yang mengakibatkan penambangan bawah tanah harus dilakukan adalah:
1.      Posisi lapisan batubara berada di bawah laut.
Contohnya adalah tambang batubara Mitsui Miike Jepang, yang bagian terdalam lapangan penggaliannya sekitar 850 m di bawah permukaan laut. Tambang terbesar di Jepang ini tutup pada tanggal 30 Maret 1997, setelah beroperasi selama 124 tahun.
2.      Posisi batubara terletak jauh di kedalaman tanah.
Contohnya adalah tambang dalam PT Kitadin Embalut dan PT Fajar Bumi Sakti di Kalimantan Timur. 
Meskipun perhitungan kelayakan ekonomis di atas merupakan faktor utama untuk menentukan metode penambangan, hal – hal lain yang juga menjadi faktor pertimbangan diantaranya adalah kondisi sosial calon lokasi tambang, masalah lingkungan hidup, dan status hukum lokasi yang akan ditambang. Hal inilah yang menyebabkan baik tambang terbuka maupun tambang dalam memiliki kelebihan dan kekurangannya masing – masing. Pada tambang terbuka misalnya, meskipun investasinya lebih kecil dan memiliki tingkat keterambilan batubara (recovery) di atas 90%, tapi kurang bersahabat dari segi lingkungan dan terkadang menimbulkan gesekan dengan masyarakat sekitar terkait polusi debu maupun masalah kepemilikan lahan. Sebaliknya untuk tambang dalam, meskipun masalah sosial maupun kerusakan lingkungan relatif dapat dihindari, tapi kekurangannya adalah investasi awal yang besar, dan tingkat keterambilan batubara yang tidak setinggi pada tambang terbuka. Dengan mengemukanya isu kelestarian lingkungan dewasa ini, tambang dalam merupakan satu-satunya pilihan pada penambangan batubara yang cadangannya tersimpan di lokasi hutan lindung misalnya.
1.      Teknik Penambangan Batubara Terbuka
Pengelompokan jenis-jenis tambang terbuka batubara didasarkan pada letak endapan, dan alat-alat mekanis yang dipergunakan. Teknik penambangan pada umumnya dipengaruhi oleh kondisi geologi dan topografi daerah yang akan ditambang. Jenis-jenis tambang terbuka batubara dibagi menjadi :
a.       Contour mining
Contour mining cocok diterapkan untuk endapan batubara yang tersingkap di lereng pegunungan atau bukit. Cara penambangannya diawali dengan pengupasan tanah penutup (overburden) di daerah singkapan di sepanjang lereng mengikuti garis ketinggian (kontur), kemudian diikuti dengan penambangan endapan batubaranya. Penambangan dilanjutkan ke arah tebing sampai dicapai batas endapan yang masih ekonomis bila ditambang.
b.      Mountaintop removal method
Metode mountaintop removal method ini dikenal dan berkembang cepat, dengan metode ini lapisan tanah penutup dapat terkupas seluruhnya, sehingga memungkinkan perolehan batubara 100%.
c.       Area mining method
Metode ini diterapkan untuk menambang endapan batubara yang dekat permukaan pada daerah mendatar sampai agak landai. Penambangannya dimulai dari singkapan batubara yang mempunyai lapisan dan tanah penutup dangkal dilanjutkan ke yang lebih tebal sampai batas pit. 
d.      Open pit method

2.      Teknik Penambangan Batubara Bawah Tanah
Pada prinsipnya, penambangan batubara dengan menggunakan metode tambang dalam memerlukan 3 persyaratan teknis yang mutlak harus dipenuhi, yaitu
1.       Pemahaman secara menyeluruh terhadap kondisi alam di lokasi yang akan ditambang.
2.      Teknologi penambangan yang sesuai dengan kondisi lapangan penggalian, aman, ekonomis, dan menghasilkan tingkat keterambilan batubara yang tinggi.
3.      Sumber daya manusia yang handal.
Ketiga hal diatas mudahnya disingkat dengan alam, teknologi, dan manusia. Data geologi yang cukup mengenai kondisi tersimpannya batubara seperti kedalaman lapisan, jumlah lapisan, tebal lapisan, kemiringan lapisan (dip) dan arahnya (strike), jumlah cadangan, dan data pendukung lainnya seperti formasi batuan, kemudian ada tidaknya patahan (fault) atau lipatan (fold), akan sangat membantu untuk menentukan metode pembukaan tambang, metode pengambilan batubara (extraction), penggalian maju (excavation/development), transportasi baik material maupun batubara, penyanggaan (support), ventilasi, drainase, dan lain – lain. Metode penambangan batubara bawah tanah ada 2 buah yang populer, yaitu:
a.       Room and Pillar
Metode penambangan ini dicirikan dengan meninggalkan pilar-pilar batubara sebagai penyangga alamiah. Metode ini biasa diterapkan pada daerah dimana penurunan (subsidence) tidak diijinkan. Penambangan ini dapat dilaksanakan secara manual maupun mekanis.
b.      Longwall
Metode penambangan ini dicirikan dengan membuat panel-panel penambangan dimana ambrukan batuan atap diijinkan terjadi di belakang daerah penggalian. Penambangan ini juga dapat dilaksanakan secara manual maupun mekanis.

3.      Permasalahan Dalam Penerapannya
Operasi penambangan batubara seringkali dituduh menyebabkan kerusakan lingkungan. Penambangan batubara diperkirakan menyebabkan kerusakan pada kurang lebih 70 ribu hektar tanah. Pada beberapa area, limbah cair dibuang pada sungai terdekat yang pada akhirnya mencemari sumber air warga sekitar. Dampak lingkungan serta permintaan akan kontribusi perusahaan pertambangan yang lebih besar kepada perkembangan masyarakat telah menyebabkan munculnya permintaan akan ditutupnya operasi penambangan batubara. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi pengrusakan lingkungan oleh operasi penambangan batubara adalah dengan lebih memperketat regulasi yang berkaitan dengan penambangan batubara, disinilah peran besar pemerintah. Pemerintah merespon permasalahan ini dengan memberikan komitmen bahwa operasi penambangan batubara akan merujuk pada peraturan pemerintah mengenai keselamatan lingkungan. Sebagai contoh, pada tahun 1999 diterbitkan PP no 18 yang mengatur mengenai tata cara pemrosesan limbah berbahaya dan beracun. Peraturan ini mengharuskan perusahaan pertambangan untuk memproses limbah yang dihasilkan hingga mencapai derajat kebersihan yang sangat tinggi dengan standar kemurnian air yang 5 kali lebih ketat dibandingkan Amerika Serikat maupun Kanada. Akan tetapi, penerapan regulasi ini pada akhirnya ditunda karena pemerintah mengevaluasi ulang kemampuan teknologi yang dimiliki oleh perusahaan pertambangan di Indonesia dan ternyata dibutuhkan penyesuaian. Belum lagi adanya penambangan batubara ilegal. Para penambang ilegal mengabaikan ketentuan yang berkaitan dengan lingkungan dan keselamatan serta menjual batubara dengan harga yang lebih rendah. Pemerintah diharapkan dapat mengambil sikap dan menuntut para penambang ilegal ini.
 untuk menangani permasalahan gas berbahaya (hazardous gases) seperti CO dan gas mudah nyala (combustible gas) seperti metana yang muncul di tambang dalam, perencanaan sistem ventilasi yang baik merupakan hal mutlak yang harus dilakukan. Selain untuk mengencerkan dan menyingkirkan gas – gas tersebut, tujuan lain dari ventilasi adalah untuk menyediakan udara segar yang cukup bagi para pekerja tambang, dan untuk memperbaiki kondisi lingkungan kerja yang panas di dalam tambang akibat panas bumi, panas oksidasi, dll. Jumlah angin yang terlalu kecil akan menyebabkan gas – gas mudah terkumpul sehingga konsentrasinya meningkat, jumlah pasokan oksigen berkurang, dan lingkungan kerja menjadi tidak nyaman. Sebaliknya, bila volume anginnya terlalu besar, maka hal ini dapat menimbulkan masalah serius pula yaitu swabakar batubara (spontaneous combustion). Swabakar batubara terjadi akibat proses oksidasi batubara. Dalam kondisi normal, batubara akan menyerap oksigen di udara dan menimbulkan proses oksidasi perlahan, sehingga terjadi panas oksidasi. Karena nilai konduktivitas panas batubara adalah 1/4 dari konduktivitas panas batuan, maka panas oksidasi sulit berpindah ke batuan di sekitarnya, sehingga akan terus terakumulasi di dalam batubara secara perlahan. Bila sistem ventilasi yang baik untuk menangani hal ini tidak dilakukan, maka suhunya akan terus meningkat sehingga dapat mencapai titik nyala, dan akhirnya menimbulkan kebakaran. Penangulanggan terjadinya swabakar batubara dapat dilakukan dengan cara : penyiraman air ke lapisan batubara terbakar untuk mengikat oksigen yang dilakukan dengan cara menginjeksi air dari atap terowongan di daerah titik api dan flushing air dari permukaan melalui lubang pemboran ke lapisan batubakar terbakar. Semen grouting untuk menutup pori-pori, cleat, dan retakan yang terdapat pada lapisan batubara dengan maksud mencegah suplai aliran oksigen, dan sealing atap untuk menutup rapat lubang guna mencegah runtuhnya batuan atap.
Tanah yang dikeruk, polusi yang disebabkannya, serta bekas yang ditinggalkannya masih akan menjadi masalah lingkungan di kemudian hari. Mungkin saat ini yang bisa dilakukan adalah meningkatkan kinerja unit-unit penanganan limbah sekaligus melakukan transfer teknologi terkait dengan keterbatasan yang kita miliki dalam teknologi penambangan, mengurangi penambang-penambang ilegal, dan secara bertahap melakukan rehabilitasi lahan pertambangan yang telah ditinggalkan.


Oil Shale

Apakah oil shale itu?
Dalam petroleum system dikenal istilah source rock, yaitu batuan kaya kandungan bahan organik yang menjadi sumber minyak dan gas bumi (migas). Oleh karena adanya proses diagenesis yang menyebabkan tekanan dan temperatur batuan semakin tinggi, migas dapat keluar dari source rock apabila tingkat maturity (kematangan) bahan organik di dalamnya telah tercapai. Migas yang keluar dari source rock ini kemudian bermigrasi dan terjebak pada lapisan batuan di atasnya apabila.
- ada reservoir, yaitu batuan yang mempunyai porositas tinggi misalnya batupasir atau batugamping sehingga migas bisa masuk ke dalam pori-pori batuan tersebut.
- ada seal rock, yaitu batuan halus misalnya batulempung di atas reservoir sebagai lapisan penudung sehingga migas terjebak dan tidak bermigrasi lebih jauh lagi.

Source rock umumnya adalah batuan berbutir halus yang terendapkan dalam lingkungananoxic atau miskin oksigen sehingga memungkinkan adanya pengawetan (preservation) material organik yang ikut terendapkan. Source rock, dilihat dari tingkat evolusi bahan organik selama diagenesis, secara umum bisa dibagi menjadi mature (matang) danimmature (belum matang). Immature source rock disebut juga sebagai oil shale. Menurut beberapa referensi, definisi oil shale tersebut terbatas pada shale (Peters et al., 2005), namun ada juga yang mendefinisikan lebih luas tidak hanya sebatas shale namun juga marl dan karbonat. (Tissot dan Welte, 1984).
Istilah shale oil juga dikenal dan pengertiannya berbeda dengan oil shale. Shale oil adalah oil yang diperoleh dari proses retorting atau pematangan buatan oil shale. Shale oil juga mencakup oil pada mature source rock yang karena minimnya crack atau retakan tidak bisa bermigrasi. Dengan demikian shale oil juga berbeda pengertiannya dengan crude oilyaitu oil yang bermigrasi dan kemudian terjebak pada reservoir.

Pemanfaatan oil shale
Cara pemanfaatan oil shale termasuk teknologi baru dan non konvensional karena tidak sekedar mengebor dan kemudian memproduksi minyak, namun diperlukan lagi sebuah proses yaitu retorting untuk mendapatkan shale oil. Karena proses retorting inilah pemanfaatan oil shale menjadi sangat mahal dan tidak ekonomis selama produksi oil konvensional masih lebih murah. Berikut adalah beberapa metode pemanfaatan oil shaleyang bisa dilakukan.
1.     Retorting di permukaan
Dalam metode ini, oil shale secara konvensional diambil atau ditambang baik itu tambang permukaan atau pun bawah tanah. Oil shale kemudian diolah dan diperas oil-nya dengan pemanasan (retorting). Kelemahan teknologi ini terletak pada mahalnya biaya retortingdan reklamasi material batuan apabila sudah diperas oil-nya. Masalah umum klasik proses penambangan misalnya merusak estetika lahan dan pencemaran lingkungan juga merupakan isu-isu negatif yang bisa menghambat teknologi pemanfaatan ini.
2.     Retorting in situ Metode ini diterapkan untuk oil shale yang keberadaannya jauh di bawah permukaan bumi, sehingga tidak bisa dilakukan penambangan terbuka maupun bawah tanah. Teknologi yang digunakan adalah pengeboran untuk membuat crack atau retakan dengan ledakan pada oil shale kemudian diikuti oleh pemanasan sehingga oil yang ditimbulkan bisa diambil dari sumur produksi. Metode ini juga bisa membawa resiko apabila tidak dilakukan dengan cermat sehingga timbul pemanasan yang tak terkontrol.

Walaupun masih tergolong teknologi mahal, eksploitasi oil shale sudah banyak dilakukan di berbagai negara, walaupun dibandingkan dengan minyak konvensional produksinya masih relatif kecil. Oil shale sudah diproduksi sejak sebelum Perang Dunia I oleh Jerman karena terbatasnya akses minyak konvensional pada masa itu. Namun hanya Estonia dan Cina yang terus melakukan produksi oil shale setelah berakhirnya Perang Dunia II. Hingga kini, Estonia adalah produsen oil shale terbesar (80%) di antara negara produsen lain seperti Cina, Brazil dan Australia.

Sumberdaya oil shale dunia
Walaupun eksploitasi oil shale masih sangat kecil, namun sumberdaya shale oil adalah 25 kali lebih besar dari crude oil.

Sumberdaya oil shale di Indonesia
Eksplorasi oil shale di Indonesia sudah dimulai sejak dekade yang lalu yang dilakukan oleh Pusat Sumberdaya Geologi (PSDG). Endapan oil shale ditemukan di Sumatera dan Sulawesi Selatan, yang sumberdaya terbesarnya ada di Cekungan Sumatera Tengah dan Selatan. Oil shale di Sumatera banyak terdapat di beberapa tempat pada lapisan shale pada Formasi Gumai yang keberadaannya menutupi hampir seluruh cekungan. Potensi oil shale juga ditemukan pada Formasi Sangkarewang di Cekungan Ombilin.